SAAT ANAK HARUS MENJADI ORANG TUA

Tadi pagi, saat sedang kumpul atau dalam istilah jawanya “njadum” dengan saudara dan tetangga rumah, terdengarlah satu cerita dari tetanggaku tentang anaknya yang baru berumur 16 tahun minta dinikahkan.
Mbak nur, seorang ibu rumah tangga biasa dengan penghasilan hanya dari upah menjaga anak seorang dokter dan membantu bersih-bersih rumah saudaranya yang bekerja di arab saudi. sedangkan suaminya, seorang tukang becak di desa yang tidak tentu penghasilan per harinya. Mbak nur mempunyai dua orang anak, yang pertama bekerja dan yang kedua kelas enam SD.  Anak pertama mbak nur bernama Santo, lulusan SD yang sekarang bekerja di Pekalongan untuk membantu menopang kebutuhan keluarga. Ya, pasti niat dan harapan orangtua Santo mengijinkan dia bekerja adalah untuk menopang kebutuhan keluarga selain agar mencari pengalaman dan belajar mandiri pastinya. Namun suatu hari mbak nur pernah bercerita kepada ku bahwa Santo punya seorang teman cewe yang suka kepadanya, yang terus mengejar-ngejar Santo dan minta ingin dinikahkan. “ditanya saja mbak, ntar kalo kamu udah nikah terus mau apa, mau ngapain, ntar kalo punya anak malah kerepotan” jawabku enteng. Saat itu aku mengira kalau itu emosi sesaat, biasa lah anak muda, masih labil...hihiihiiii
Tiba-tiba saja tadi pagi mbak nur bilang ke saudaraku kalo nanti keluarga si cewe datang, saudaraku yang diminta tolong untuk berbicara dan berurun rembuk dengan mereka, “aku sih percaya sama Santo, tapi tau kan anak sekarang kayak apa, kalo pacaran kayak udah suami istri aja, apalagi mereka satu kerjaan, takutnya kalo ga dinikahkan malah kenapa-napa” kata mbak nur. Ternyata semalam ibu cewe yang dekat dengan Santo, anaknya, telfon, minta agar Santo dan keluarganya segera “nakokke” alias melamar cewe itu. “Besok aku kesana bu, sama ibu ku juga”, begitulah kira-kira yang dikatakan cewe itu kepada mbak nur. Kontan saja mbak nur bingung, mbak nur dan suaminya hanya bisa menangis malam itu dan berfikir bagaimana seandainya mereka datang, kenapa bisa begini, kemana Santo? kenapa bukan Santo yang menelfon??
Begitu banyak mungkin yang ada dipikiran mbak nur, terlalu banyak. mbak nur yang biasanya cerewet, tidak bisa diam, ceria, tapi pagi itu mbak nur terus melamun, bercerita tentang kekhawatirannya sambil sesekali mencoba menelfon Santo, berharap agar Santo mengangkat dan memberikan penjelasan.
“Sudahlah nur, tunggu saja sampai mereka datang. kalo mereka datang biar aku sama mak mi yang bicara, tetangga lain juga siap membantu. Nanti misal mau serah-serahan ke Pekalongan, biar ongkos sendiri-sendiri, ga papa, karna sama-sama ga mampu, sama-sama tau keadaannya. aku juga nanti akan urun satu wadah untuk serah-serahannya, ga usah banyak-banyak kan ga papa”. “kalo ada masalah itu cerita, biar sama-sama dicari pemecahannya. orang yang punya masalah seperti itu bukan cuma kamu. saudara-saudara kamu juga banyak, pasti mau mbantu” kata saudara ku mencoba menghibur mbak nur.
ya, entahlah, aku ga habis pikir ternyata ada tetanggaku yang mengalami masalah seperti ini. prihatin, sedih, tidak percaya, anak berumur 16 tahun sudah meminta untk dinikahkan. bukan itu saja, apa mereka tidak berpikir bagaimana perasaan orangtua mereka. orangtua yang dari kecil merawat, mendidik mereka, berharap kalo suatu saat anaknya akan menjadi orang sukses, bisa dibanggakan orangtua, paling tidak bisa membantu orangtua untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan adik-adiknya. apalagi adik Santo, anak kedua mbak nur sekarang kelas enam SD, sebentar lagi ujian, masuk SMP dan pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit. darimana biaya itu,, tidakkah Santo memikirkannya?? entahlahh
saat seorang anak berpikir untuk menikah, berpikir untuk menjadi orangtua, tidakkah mereka berpikir tentang orangtua mereka?? tentang biaya yang harus ditanggung orangtua untuk menikahkan mereka, tentang bagaimana orangtua menjawab pertanyaan kenapa anak mereka begitu cepatnya menikah, tentang kesedihan mereka karna merasa berpikir tidak bisa mendidik anak dengan baik??
sebelum berpikir untuk menjadi orangtua, berpikirlah dulu tentang orangtua kita...

Comments